Makalah suku betawi
Liesta Dwi
Feranita
4KA41
Tugas
Softskill
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia
adalah makhluk yang diciptakan oleh tuhan sebagai makhluk yang berbudaya, hal
ini dapat dilihat dari perkembangan manusia yang ditandai dengan adanya
peradaban-peradaban dan juga budaya yang telah terbentuk.Manusia mendiami wilayah yang berbeda, berada di lingkungan yang berbeda
juga. Hal ini membuat kebiasaan, adat istiadat, kebudayaan dan kepribadian
setiap manusia suatu wilayah berbeda dengan yang lainnya. Namun secara garis
besar terdapat tiga pembagian wilayah, yaitu : barat, timur tengah, dan timur.
Kita
di indonesia termasuk ke dalam bangsa timur, yang dikenal sebagai bangsa yang
berkepribadian baik. Bangsa timur dikenal dunia sebagai bangsa yang ramah dan
bersahabat. Orang – orang dari wilayah lain sangat suka dengan kepribadian
bangsa timur yang tidak individualistis dan saling tolong menolong satu sama
lain
Menurut Selo Soemardjan menjelaskan
bahwa yang dimaksud masyarakat adalah manusia yang hidup bersama dan
menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian tak ada masyarakat yang tidak
mempunyai kebudayaan. Sebaliknya tak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai
wadah pendahulunya. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat
adalah orang-orang yang hidup bersama untuk melakukan kegiatan bagi kepentingan
bersama atau sebagian besar hidupnya berada dalam kehidupan budaya.
Masyarakat atau Suku Betawi berasal
dari hasil kawin-mawin antar etnis dan bangsa di masa lalu secara biologis.
Kata Betawi digunakan untuk menyatakan suku asli yang menghuni di Jakarta dan
Bahasa Melayu Kreol adalah bahasa yang digunakannya, dan juga kebudayaan
melayunya adalah kebudayaanya. Kata Betawi sebenarnya berasal dari kata
“Batavia”, yaitu nama kuno Jakarta diberikan oleh Belanda. Jadi, sangatlah
menarik bila diteliti secara sruktur, poses dan pertumbuhan social Suku Betawi
mulai dari sejarahnya, bahasa, kepercayaan, profesi, perilaku, wilayah, seni
dan budayanya.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
sejarah dan asal-usul suku betawi ?
2.
Bagaimana
komunitas penduduk betawi ?
3.
Kepercayaan
apa sajakah yang dianut oleh suku betawi ?
4.
Bagaimana
sistem mata pencaharian masyarakat betawi?
5.
Apa saja
seni dan kebudayaan betawi ?
6.
Bahasa
apakah yang diapakai oleh suku betawi ?
1.3 Batasan
Masalah
Untuk menghindari kesalahan persepsi dan tidak
meluasnya pokok pembahasan, maka pembahasan dari makalah ini yaitu mengenai
penduduk, masyarakat, dan kebudayaan suku betawi.
1.4 Tujuan penulisan
Tujuan
penulisan makalah mengenai suku betawi yaitu untuk mengetahui sejarah suku
betawi dan penulis juga ingin mengetahui dan memahami budaya betawi dari segala
aspeknya. Adapun manfaat dari penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan tentang proses dan pertumbuhan social suku betawi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah
Diawali oleh orang sunda (mayoritas), sebelum abad ke-16 dan
masuk ke dalam kerajaan tarumanegara serta kemudian pakuan pajajaran. Selain
orang sunda, terdapat pula pedagang dan pelaut asing dari pesisir utara jawa, dari berbagai pulau indonesia
timur, dari malaka di
semenanjung malaya, bahkan dari tiongkok serta gujarat di india.
Selain itu, perjanjian antara
surawisesa (raja kerajaan sunda) dengan bangsa portugis pada tahun 1512 yang
membolehkan portugis untuk membangun suatu komunitas di sunda kalapa
mengakibatkan perkawinan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa portugis
yang menurunkan darah campuran portugis. Dari komunitas ini lahir musik
keroncong.
Setelah VOC menjadikan batavia sebagai pusat
kegiatan niaganya, belanda memerlukan banyak tenaga kerja untuk membuka lahan
pertanian dan membangun roda perekonomian kota ini. Ketika itu VOC banyak
membeli budak dari penguasa bali, karena saat itu di bali masih berlangsung
praktik perbudakan. Itulah penyebab masih tersisanya kosa kata dan tata bahasa
bali dalam bahasa betawi kini. Kemajuan perdagangan batavia menarik berbagai
suku bangsa dari penjuru nusantara hingga tiongkok, arab dan india untuk
bekerja di kota ini. Pengaruh suku bangsa pendatang asing tampak jelas dalam
busana pengantin betawi yang banyak dipengaruhi unsur arab dan tiongkok.
Berbagai nama tempat di jakarta juga menyisakan petunjuk sejarah mengenai
datangnya berbagai suku bangsa ke batavia; kampung melayu, kampung bali,
kampung ambon, kampung jawa, kampung makassar dan kampung bugis. Rumah bugis di bagian utara jl. Mangga dua di
daerah kampung bugis yang dimulai pada tahun 1690. Pada awal abad ke 20 ini masih
terdapat beberapa rumah seperti ini di daerah kota.
Antropolog universitas indonesia, Dr. Yasmine zaki shahab, ma memperkirakan, etnis betawi baru
terbentuk sekitar seabad lalu, antara tahun 1815-1893. Perkiraan ini didasarkan atas
studi sejarah demografi penduduk jakarta yang dirintis sejarawan australia, lance castle. Di zaman kolonial belanda,
pemerintah selalu melakukan sensus, yang dibuat berdasarkan bangsa atau
golongan etnisnya. Dalam data sensus penduduk jakarta tahun 1615 dan 1815, terdapat penduduk dari berbagai
golongan etnis, tetapi tidak ada catatan mengenai golongan etnis betawi. Hasil
sensus tahun 1893 menunjukkan
hilangnya sejumlah golongan etnis yang sebelumnya ada. Misalnya saja orang arab
dan moor, orang
bali, jawa, sunda, orang sulawesi selatan, orang sumbawa, orang ambon dan banda, dan orang melayu. Kemungkinan
kesemua suku bangsa nusantara dan arab moor ini dikategorikan ke dalam kesatuan
penduduk pribumi (belanda: inlander) di batavia yang kemudian terserap
ke dalam kelompok etnis betawi.
Gambar 1. Rumah adat betawi
2.2 Penduduk Betawi
Merupakan komunitas
penduduk di Jawa (Pulau Nusa Jawa) yang berbahasa Melayu, dikemudian
hari disebut sebagai orang Betawi. Orang Betawi ini disebut
juga sebagai orang Melayu Jawa. Merupakan hasil percampuran antara
orang-orang Jawa, Melayu, Bali, Bugis, Makasar, Ambon, Manado, Timor,
Sunda, dan mardijkers (keturunan Indo-Portugis) yang
mulai menduduki kota pelabuhan Batavia sejak awal abad ke-15. Di
samping itu, juga merupakan percampuran darah antara berbagai etnis:
budak-budak Bali, serdadu Belanda dan serdadu Eropa lainnya,
pedagang Cina atau pedagang Arab, serdadu Bugis atau serdadu Ambon,
Kapten Melayu, prajurit Mataram, orang Sunda dan orang Mestizo.
Sementara itu mengenai
manusia Betawi purbakala, adalah sebagaimana manusia pulau Jawa purba
pada umumnya, pada zaman perunggu manusia Betawi purba sudah mengenal
bercocok tanam. Mereka hidup berpindah-pindah dan selalu
mencari tempat hunian yang ada sumber airnya serta banyak terdapat
pohon buah-buahan. Mereka pun menamakan tempat tinggalnya sesuai
dengan sifat tanah yang didiaminya, misalnya nama tempat Bojong,
artinya "tanah pojok".
Dalam buku Jaarboek van Batavia
(Vries, 1927) disebutkan bahwa semula penduduk pribumi terdiri dari
suku Sunda tetapi lama kelamaan bercampur dengan suku-suku lain dari
Nusantara juga dari Eropa, Cina, Arab, dan Jepang. Keturunan mereka
disebut inlanders, yang bekerja pada orang Eropa dan Cina sebagai
pembantu rumah tangga, kusir, supir, pembantu kantor, atau opas.
Banyak yang merasa bangga kalau bekerja di pemerintahan meski gajinya
kecil. Lain-lainnya bekerja sebagai binatu, penjahit, pembuat sepatu
dan sandal, tukang kayu, kusir kereta sewaan, penjual buah dan
kue, atau berkeliling kota dengan "warung dorongnya".
Sementara sebutan wong Melayu atau orang Melayu lebih
merujuk kepada bahasa pergaulan (lingua franca)
yang dipergunakan seseorang, di samping nama "Melayu"
sendiri memang sudah menjadi sebutan bagi suku bangsa yang berdiam
di Sumatra Timur, Riau, Jambi dan Kalimantan Barat.
Posisi wanita Betawi di bidang
pendidikan, perkawinan, dan keterlibatan dalam angkatan kerja relatif
lebih rendah apabila dibandingkan dengan wanita lainnya di Jakarta
dan propinsi lainnya di Indonesia. Keterbatasan kesempatan wanita
Betawi dalam pendidikan disebabkan oleh kuatnya pandangan hidup
tinggi mengingat tugas wanita hanya mengurus rumah tangga
atau ke dapur, disamping keterbatasan kondisi ekonomi
mereka. Situasi ini diperberat lagi dengan adanya prinsip
kawin umur muda masih dianggap penting, bahkan lebih
penting dari pendidikan. Tujuan Undang-Undang Perkawinan untuk
meningkatkan posisi wanita tidak banyak memberikan hasii. Anak yang
dilahirkan di Jakarta, tidak mempunyai hubungan dengan tempat
asal di luar wilayah bahasa Melayu, dan tidak mempunyai hubungan kekerabatan
atau adat istiadat dengan kelompok etnis lain di Jakarta.
2.3 Kepercayaan
Orang Betawi sebagian besar menganut
agama Islam, tetapi yang menganut agama Kristen; Protestan dan Katholik juga
ada namun hanya sedikit sekali. Di antara suku Betawi yang beragama Kristen,
ada yang menyatakan bahwa mereka adalah keturunan campuran antara penduduk
lokal dengan bangsa Portugis. Hal ini wajar karena pada awal abad ke-16,
Surawisesa, raja Sunda mengadakan perjanjian dengan Portugis yang membolehkan
Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan Sunda Kalapa sehingga
terbentuk komunitas Portugis di Sunda Kalapa. Komunitas Portugis ini sekarang
masih ada dan menetap di daerah Kampung Tugu, Jakarta Utara.
2.4 Sistem
Mata Pencaharian
Mata pencaharian orang Betawi
dapat dibedakan antara yang berdiam di tengah kota dan yang tinggal
di pinggiran. Di daerah pinggiran sebagian besar adalah petani
buahbuahan, petani sawah dan pemelihara ikan. Namun makin lama areal
pertanian mereka makin menyempit, karena makin banyak yang dijual
untuk pembangunan perumahan, industri, dan lain-lain. Akhirnya para
petani ini pun mulai beralih pekerjaan menjadi buruh, pedagang, dan
lain-lain.
2.5 Seni
dan Kebudayaan
a)
Musik
Dalam bidang kesenian, misalnya,
orang Betawi memiliki seni Gambang Kromong yang
berasal dari seni usic Tionghoa, tetapi
juga ada Rebana yang
berakar pada tradisi usic Arab, Keroncong Tugu dengan latar belakang Portugis-Arab, dan Tanjidor yang
berlatarbelakang ke-Belanda-an. Saat
ini Suku Betawi terkenal dengan seni Lenong, Gambang Kromong, Rebana Tanjidor dan Keroncong. Betawi
juga memiliki lagu tradisional seperti “Kicir-kicir”.
Gambar 2. Gambang kromong
b)
Seni Tari
Seni tari di Jakarta merupakan
perpaduan antara nsure-unsur budaya masyarakat yang ada di dalamnya. Contohnya
tari Topeng Betawi, Yapong yang dipengaruhi tari Jaipong Sunda, Cokek dan lain-lain. Pada awalnya, seni
tari di Jakarta memiliki pengaruh Sunda dan Tiongkok, seperti tari Yapong
dengan kostum penari khas pemain Opera Beijing. Namun
Jakarta dapat dinamakan daerah yang paling dinamis. Selain seni tari lama juga
muncul seni tari dengan gaya dan koreografi yang dinamis.
Gambar 3. Tari cokek
c)
Drama
Drama tradisional Betawi antara lain
Lenong dan Tonil. Pementasan lakon tradisional ini
biasanya menggambarkan kehidupan sehari-hari rakyat Betawi, dengan diselingi
lagu, pantun, lawak, dan lelucon jenaka. Kadang-kadang pemeran lenong dapat
berinteraksi langsung dengan penonton.
Gambar 4. Lenong
d)
Cerita
Rakyat
Cerita rakyat yang berkembang di
Jakarta selain cerita rakyat yang sudah dikenal seperti Si Pitung, juga
dikenal cerita rakyat lain seperti serial Jagoan Tulen atau si
jampang yang mengisahkan jawara-jawara Betawi baik dalam perjuangan maupun
kehidupannya yang dikenal “keras”. Selain mengisahkan jawara atau pendekar
dunia persilatan, juga dikenal cerita Nyai Dasima yang
menggambarkan kehidupan zaman olonial.
Gambar 5. Cerita rakyat si pitung
e)
Senjata
Tradisional
Senjata khas Jakarta adalah bendo
atau golok yang bersarungkan terbuat dari kayu.
Gambar 6. Golok
f) Makanan
Jakarta
memiliki beragam masakan khas sebagai kekayaan kuliner Indonesia. Sebagai kota
metropolitan Jakarta banyak menyediakan makanan khas. Salah satu ciri dari makanan
khas Jakarta adalah memiliki rasa yang gurih. Makanan-makanan khas dari Betawi
/ Jakarta di antaranya adalah : kerak telor, kembang
goyang, roti buaya, kue rangi
Gambar 7. Roti buaya Gambar 8. Kerak telor
2.6 Bahasa
Sifat campur-aduk dalam dialek
Betawi adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum, yang merupakan hasil
perkawinan berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain
di Nusantara maupun kebudayaan asing.
Ada juga yang berpendapat bahwa suku
bangsa yang mendiami daerah sekitar Batavia juga dikelompokkan sebagai suku
Betawi awal (proto Betawi). Menurut sejarah, Kerajaan Tarumanagara, yang
berpusat di Sundapura atau Sunda Kalapa, pernah diserang dan ditaklukkan oleh
kerajaan Sriwijaya dari Sumatera. Oleh karena itu, tidak heran kalau etnis
Sunda di pelabuhan Sunda Kalapa, jauh sebelum Sumpah Pemuda, sudah menggunakan
bahasa Melayu, yang umum digunakan di Sumatera, yang kemudian dijadikan sebagai
bahasa nasional.
Karena perbedaan bahasa yang
digunakan tersebut maka pada awal abad ke-20, Belanda menganggap orang yang
tinggal di sekitar Batavia sebagai etnis yang berbeda dengan etnis Sunda dan
menyebutnya sebagai etnis Betawi (kata turunan dari Batavia). Walau demikian,
masih banyak nama daerah dan nama sungai yang masih tetap dipertahankan dalam
bahasa Sunda seperti kata Ancol, Pancoran, Cilandak, Ciliwung, Cideng (yang
berasal dari Cihideung dan kemudian berubah menjadi Cideung dan tearkhir
menjadi Cideng), dan lain-lain yang masih sesuai dengan penamaan yang
digambarkan dalam naskah kuno Bujangga Manik yang saat ini disimpan di
perpustakaan Bodleian, Oxford, Inggris. Meskipun bahasa formal yang digunakan
di Jakarta adalah Bahasa Indonesia, bahasa informal atau bahasa percakapan
sehari-hari adalah Bahasa Indonesia dialek Betawi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan di atas, maka kesimpulannya adalah kesenian dan kebudayaan Suku
Betawi merupakan kebudayaan asli kota Jakarta dan memiliki jenis musik seperti
Gambang Keromong, Tanjidor. Menggukan bahasa dengan 2 dialek. Dari bidang seni
teater terdapat lenong. Kemudian terdapat cerita rakyat serta Ondel-ondel
sebagai pertunjukan khasnya. Ini membuktikan bahwa tiap daerah yang ada di
Indonesia memiliki budaya daerah masing-masing.
3.2 Saran
Keaekaragaman
kebudayaan Indonesia harus bisa menjaga kelestarian seni dan budayanya.
Upaya pelestarian tidak hanya dilakukan oleh pemerintah. Namun, perlu didukung
dan dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Agar seni dan budaya dapat terjaga
kelestariannya.
Referensi
http://princstar-princstar.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar