Kamis, 10 April 2014

KEBUDAYAAN WAYANG KULIT



MAKALAH ILMU BUDAYA 
KEBUDAYAAN WAYANG KULIT











DISUSUN OLEH :

Nama : Liesta Dwi Feranita
Kelas : 4KA41
Npm : 1A113191

                                                                                                                            



UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS ILMU KOMPUTER SISTEM INFORMASI
ATA 2013/2014










KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat allah SWT yang maha kuasa yang telah memberikan berkah, anugerah dan karunia yang melimpah, serta shalawat dan salam atas junjungan nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini pada waktu yang telah di tentukan dengan judul “WAYANG KULIT KEBUDAYAAN INDONESIA”.

Walapun banyak kesulitan yang penulis hadapi ketika menyusun makalah ini, namun berkat bantuan serta dorongan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat diselesaikan.Untuk itu penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang sudah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Akhir kata, hanya kepada Allah SWT jualah segalanya dikembalikan dan penulis sadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, disebabkan berbagai keterbatasan yang penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menjadi bahan perbaikan dimasa yang akan datang.






BAB I
PENDAHULUAN


1.1      Latar Belakang

Wayang adalah salah satu kesenian yang telah ada di Indonesia sejak ajaran Hindhu masih tersebar di seluruh Nusantara.Wayang sendiri mengambil tokoh-tokoh dewa maupun ksatria yang ada dalam agama Hindhu dari India. Wayang di Indonesia tersebar dalam beberapa versi sesuai dengan daerah, sebagai contoh Wayang Ringgit, Wayang Uwong dari Jawa, Wayang Golek dari Sunda dan Jawa Barat, Wayang Bali dari Bali, Wayang Palembang dari Sumatra Selatan, Wayang Sasak dari Nusa Tenggara Barat, baik Wayang Cina yang berasal dari Cina yang diadopsi dan berkembang pesat di masyarakat Tiong Hoa di Indonesia.

Wayang adalah seni pertunjukkan asli Indonesia yang berkembang pesat di Pulau Jawa dan Bali. UNESCO, lembaga yang membawahi kebudayaan dari PBB, pada 7 November 2003 menetapkan wayang sebagai pertunjukkan bayangan boneka tersohor dari Indonesia, sebuah warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity). Sebenarnya, pertunjukan boneka tak hanya ada di Indonesia. Banyak negara memiliki pertunjukkan boneka. Namun, pertunjukkan bayangan boneka (Wayang) di Indonesia memiliki gaya tutur dan keunikkan tersendiri, yang merupakan mahakarya asli dari Indonesia. Dan untuk itulah UNESCO memasukannya ke dalam Daftar Warisan Dunia pada tahun 2003.

Tak ada bukti yang menunjukkan wayang telah ada sebelum agama Hindu menyebar di Asia Selatan.Diperkirakan seni pertunjukkan dibawa masuk oleh pedagang India.Namun demikian, kejeniusan local, kebudayaan yang ada sebelum masuknya Hindu menyatu dengan perkembangan seni pertunjukkan yang masuk memberi warna tersendiri pada seni pertunjukkan di Indonesia. Sampai saat ini, catatan awal yang bisa didapat tentang pertunjukkan wayang berasal dari Prasasti Balitung di Abad ke 4 yang berbunyi “si Galigi mawayang”Ketika agama Hindu masuk ke Indonesia dan menyesuaikan kebudayaan yang sudah ada, seni pertunjukkan ini menjadi media efektif menyebarkan agama Hindu, dimana pertunjukkan wayang menggunakan cerita Ramayana dan Mahabharata.Demikian juga saat masuknya Islam, ketika pertunjukkan yang menampilkan “Tuhan” atau “Dewa” dalam wujud manusia dilarang, munculah boneka wayang yang terbuat dari kulit sapi, dimana saat pertunjukkan yang ditonton hanyalah bayangannya saja, yang sekarang kita kenal sebagai wayang kulit.

Akan tetapi hidup wayang kulit saat ini sudah memprihatinkan.Meskipun hidup, seolah telah kehilangan “roh-nya”.Tengok saja di Taman Hiburan Rakyat Sriwedari, Solo, pertunjukan wayang kulit mulai jarang.Acara-acara hajatan, maupun perayaan tidak lagi menanggap wayang kulit. Namun menanggap dangdut, atau jenis musik yang lain.Saat ini untuk pertunjukan wayang sendiri memang kurang diminati oleh masyarakat kita, karena banyak pilihan hiburan lain. Mungkin wayang kulit mereka anggap membosankan.Seolah wayang kulit sudah memasuki masa sekarat.

Berbeda dengan tahun 1950-an, ketika wayang kulit masih rutin naik panggung Taman Hiburan Rakyat Sriwedari Solo.Saat itu masih banyak masyarakat yang berbondong-bondong menontong wayang kulit sampai pagi.Mereka sangat menikmati salah satu seni khas tradisional jawa ini.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dirumuskan beberapa rumusan masalah mengenai kesenian wayang kulit adalah sebagai berikut:

  1.      Pengertian kesenian wayang kulit menurut para tokoh masyarakat luas ?
    2. Sejarah dan asal usul wayang kulit itu sediri di Indonesia ?      3.      Eksistensi kesenian wayang kulit sekarang ini ?
                4. Jenis-jenis kesenian wayang ?
               5.  Bagaimana peranan Wayang Kulit sebagai salah satu kesenian luhur dan  agung yang berbudaya di Indonesia?
         6.  Apakah Nilai - nilai Pendidikan Islam yang terkandung dlam kebudayaan wayang?

1.3 Tujuan Penulisan
      Tujuan dari penulisan mengenai kesenian wayang kulit yang semakin hari semakin memudar ini adalah sebagai berikut:
1.     Untuk mengetahui latar belakang masalah yang terjadi dalam keseian wayang
kulit pada jaman sekarang ini
2.     Mengetahui potensi dan kebudayaan Bangsa Indonesia khususnya dalam
kesenian wayang kulit
3.     Memberikan pemikiran terhadap para generasi muda agar dapat melestarikan
salah satu kesenian yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia khususnya wayang kulit
4.  Dapat menghargai kembali kesenian-kesenian tradisional dan mejaga agar tidak
punah ditelan jaman
5.     Mengetahui seberapa besar peranan kesenian Wayang Kulit sebagai salah satu
warisan budaya yang luhur dan agung.










BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Wayang Kulit

Wayang kulit adalah sebagian dari produk seni tradisionil klasik, yang secara sadar dikembangkan secara konsepsionil.Konsep ini kemudian berakibat adanya perumusan seni yang kemudian dipertahankan kelestariannya oleh pencintanya.Konsep tersebut dibuat oleh orang yang biasa kita sebut dengan istilah “empu”.Empu-empu ini merupakan orang yang dekat dengan orang yang mempunyai kekuasaan, misalnya raja-raja. Selain itu empu juga seorang yang menurut istilah sekarang disebut “all round”. Mumpuni dalam hampir segala bidang, dia seorang sastrawan, ahli politik, ahli hukum, ahli siasat, ahli pandai besi. Contohnya Empu Gandring.

Wayang merupakan salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya.Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang.Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan.Menurut penelitian para ahli sejarah kebudayaan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia, khususnya di Pulau Jawa.

Keberadaan wayang sudah berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke Pulau Jawa.Walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabarata.Kedua induk cerita itu dalam pewayangan banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk menyesuaikannya dengan falsafah asli Indonesia.Penyesuaian konsep filsafat ini juga menyangkut pada pandangan filosofis masyarakat Jawa terhadap kedudukan para dewa dalam pewayangan.   
             
Para dewa dalam pewayangan bukan lagi merupakan sesuatu yang bebas dari salah, melainkan seperti juga makhluk Tuhan lainnya, kadang-kadang bertindak keliru, dan bisa jadi khilaf.Hadirnya tokoh panakawan dalam_ pewayangan sengaja diciptakan para budayawan Indonesia (tepatnya budayawan Jawa) untuk memperkuat konsep filsafat bahwa di dunia ini tidak ada makhluk yang benar-benar baik, dan yang benar-benar jahat.Setiap makhluk selalu menyandang unsur kebaikan dan kejahatan. Dalam disertasinya berjudul Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Tooneel (1897), ahli sejarah kebudayaan Belanda Dr. GA.J. Hazeau menunjukkan keyakinannya bahwa wayang merupakan pertunjukan asli Jawa.Pengertian wayang dalam disertasi Dr. Hazeau itu adalah walulang inukir (kulit yang diukir) dan dilihat bayangannya pada kelir.Dengan demikian, wayang yang dimaksud tentunya adalah Wayang Kulit seperti yang kita kenal sekarang.

Wayang kulit sudah ada sejak zaman:
Wayang kulit Purwa pada jaman Mataram
Wayang kulit Purwa Pada jaman Kerajaan Kertasura Hadiningrat
Wayang kulit Purwa Pada jaman Kerajaan Surakarta Hadiningrat

Sejarah Wayang Kulit

Mengenai asal-usul wayang ini, di dunia ada dua pendapat.Pertama, pendapat bahwa wayang berasal dan lahir pertama kali di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur.Pendapat ini selain dianut dan dikemukakan oleh para peneliti dan ahli-ahli bangsa Indonesia, juga merupakan hasil penelitian sarjana-sarjana Barat.Di antara para sarjana Barat yang termasuk kelompok ini, adalah Hazeau, Brandes, Kats, Rentse, dan Kruyt.

Alasan mereka cukup kuat.Di antaranya, bahwa seni wayang masih amat erat kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia, khususnya orang Jawa. Panakawan, tokoh terpenting dalam pewayangan, yakni Semar, Gareng, Petruk, Bagong, hanya ada dalam pewayangan Indonesia, dan tidak di negara lain. Selain itu, nama dan istilah teknis pewayangan, semuanya berasal dari bahasa Jawa (Kuna), dan bukan bahasa lain.

Sementara itu, pendapat kedua menduga wayang berasal dari India, yang dibawa bersama dengan agama Hindu ke Indonesia. Mereka antara lain adalah Pischel, Hidding, Krom, Poensen, Goslings, dan Rassers. Sebagian besar kelompok kedua ini adalah sarjana Inggris, negeri Eropa yang pernah menjajah India.Namun, sejak tahun 1950-an, buku-buku pe­wayangan seolah sudah sepakat bahwa wayang memang berasal dari Pulau Jawa, dan sama sekali tidak diimpor dari negara lain.

Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indo­nesia setidaknya pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga, raja Kahuripan (976 -1012), yakni ketika kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur-makmur­nya. Karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Antara lain, naskah sastra Kitab Ramayana Kakawin berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung (989-910), yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karangan pujangga In­dia, Walmiki. Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa Kuna, tetapi menggubahnya dan menceritakan kembali dengan memasukkan falsafah Jawa kedalamnya.Contohnya, karya Empu Kanwa Arjunawiwaha Kakawin, yang merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang lebih nyata bedanya derigan cerita asli versi In­dia, adalah Baratayuda Kakawin karya Empu Sedah dan Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, raja Kediri (1130 - 1160).

Wayang sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada sejak zaman pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu antara lain sudah menyebutkan kata-kata "mawa­yang" dan `aringgit' yang maksudnya adalah per­tunjukan wayang.Mengenai saat kelahiran budaya wayang, Ir. Sri Mulyono dalam bukunya Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang (1979), memperkirakan wayang sudah ada sejak zaman neolithikum, yakni kira-kira 1.500 tahun sebelum Masehi. Pendapatnya itu didasarkan atas tulisan Robert von Heine-Geldern Ph. D, Prehis­toric Research in the Netherland Indie (1945) dan tulisan Prof. K.A.H. Hidding di Ensiklopedia Indone­sia halaman 987.

Kata `wayang' diduga berasal dari kata `wewa­yangan', yang artinya bayangan.Dugaan ini sesuai dengan kenyataan pada pergelaran Wayang Kulit yang menggunakan kelir, secarik kain, sebagai pembatas antara dalang yang memainkan wayang, dan penonton di balik kelir itu.Penonton hanya menyaksikan gerakan-gerakan wayang melalui bayangan yang jatuh pada kelir.Pada masa itu pergelaran wayang hanya diiringi oleh seperangkat gamelan sederhana yang terdiri atas saron, todung (sejenis seruling), dan kemanak. Jenis gamelan lain dan pesinden pada masa itu diduga belum ada.

Untuk lebih menjawakan budaya wayang, sejak awal zaman Kerajaan Majapahit diperkenalkan cerita wayang lain yang tidak berinduk pada Kitab Ramayana dan Mahabarata. Sejak saat itulah cerita­cerita Panji; yakni cerita tentang leluhur raja-raja Majapahit, mulai diperkenalkan sebagai salah satu bentuk wayang yang lain. Cerita Panji ini kemudian lebih banyak digunakan untuk pertunjukan Wayang Beber.Tradisi menjawakan cerita wayang juga diteruskan oleh beberapa ulama Islam, di antaranya oleh para Wali Sanga.Mereka mulai mewayangkan kisah para raja Majapahit, di antaranya cerita Damarwulan.

Masuknya agama Islam ke Indonesia sejak abad ke-15 juga memberi pengaruh besar pada budaya wayang, terutama pada konsep religi dari falsafah wayang itu.Pada awal abad ke-15, yakni zaman Kerajaan Demak, mulai digunakan lampu minyak berbentuk khusus yang disebut blencong pada pergelaran Wayang Kulit.Sejak zaman Kartasura, penggubahan cerita wayang yang berinduk pada Ramayana dan mahabarata makin jauh dari aslinya.Sejak zaman itulah masyarakat penggemar wayang mengenal silsilah tokoh wayang, termasuk tokoh dewanya, yang berawal dari Nabi Adam.Sisilah itu terus berlanjut hingga sampai pada raja-raja di Pulau Jawa.Dan selanjutnya, mulai dikenal pula adanya cerita wayang pakem.yang sesuai standar cerita, dan cerita wayang carangan yang diluar garis standar. Selain itu masih ada lagi yang disebut lakon sempalan, yang sudah terlalu jauh keluar dari cerita pakem.

Memang, karena begitu kuatnya seni wayang berakar dalam budaya bangsa Indonesia, sehingga terjadilah beberapa kerancuan antara cerita wayang, legenda, dan sejarah.Jika orang India beranggapan bahwa kisah Mahabarata serta Ramayana benar-benar terjadi di negerinya, orang Jawa pun menganggap kisah pewayangan benar-benar pernah terjadi di pulau Jawa.
Dan di wilayah Kulonprogo sendiri wayang masih sangatlah diminati oleh semua kalangan.Bukan hanya oleh orang tua saja, tapi juga anak remaja bahkan anak kecil juga telah biasa melihat pertunjukan wayang. Disamping itu wayang juga biasa di gunakan dalam acara-acara tertentu di daerah kulonprogo ini, baik di wilayah kota Wates ataupun di daerah pelosok di Kulonprogo.


C. Eksistensi Kesenian Wayang Kulit Saat Ini

Perkembangan kesenian dipengaruhi oleh segi lingkungan yang berupa keadaan masyarakat, pendidikan, dan situasi budaya suatu kelompok masyarakat dimana seni tersebut berada.Baiklah kita tinjau satu persatu.

Keadaan masyarakat

sifat dari masyarakat yang sudah maju sudah kita ketahui, yaitu individuil. Sedangkan sifat masyarakat yang belum maju adalah tradisionil.Individuil adalah sikap hidup yang diketahui berasal dari barat.Sedang tradisionil ini merupakan sikap hidup masyarakat timur pada umumnya.

Faktor pendidikan

ini sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan kesenian. Seperti kita ketahui, sistem pendidikan jaman kolonial Belanda mengakibatkan kita tidak mengenal lagi kebudayaan tradisionil kita secara utuh.Ini baru dapat diakhiri setelah Indonesia merdeka.Tetapi kita sudah terlanjur tidak kenal lagi dengan kebudayaan kita sendiri.Yang kita kenal adalah semua seni berorientasi ke dunia barat.

Faktor situasi budaya

Apabila suatu kesenian tradisionil masih kuat atau hidup, maka ini akan berpengaruh kepada seniman-seniman yang hidup disekitar tempat itu. Demikian pula andaikan kehidupan tidak memperlihatkan seni tradisionil, maka seniman-seniman itu akan mencari pegangan lain yang bukan tradisionil lagi. Dari tiga hal diatas, jelaslah sudah apa-apa yang menjadikan wayang kita itu menjadi kabur.Yang jelas sekarang kita hidup pada jaman modern.Dan kita tidak menginginkan seni tradisionil kita binasa.Harus ada pendekatan antara hidup modern dan tradisionil.Dan juga harus ada kesadaran bahwa hal itu memang perlu.

Wayang tadinya merupakan salah satu bentuk upacara tradisionil yang menjadi satu kesatuan dengan kehidupan orang.Tetapi karena faktor-faktor diatas tadi, menjadi satu bentuk seni yang terlepas dari kehidupan.Hanya menjadi tontonan, untuk kesenangan saja.Kalau kita menghidupkan wayang, hanyalah karena “supaya tidak punah”, merupakan kebudayaan lama, sisa-sisa leluhur kita. Tetapi bukan karena pribadi membutuhkan, secara utuh wayang, tidak menghayatinya untuk apa kita menghidupkannya, bukan dari segi estetisnya, bukan pula dari segi isinya. Padahal suatu seni hanya dapat hidup bila dibutuhkan.

Orang mempunyai seni memainkan wayang, karena ia ingin dan butuh suatu media untuk melambangkan sesuatu yang diinginkan, melemparkan pesan kepada orang lain, memuaskan emosi, kesedihan, kegembiraan, perasaan-perasaan lain, yang menjadi uneg-uneg. Jadi bukan sekedar untuk disuguhkan kepada penonton.

D. Jenis-Jenis Kesenian Wayang
Kesenian wayang yang telah kita kenal tidak hanya sekedar wayang kulit saja, melainkan beberapa jenis wayang yang mempunyai karakteristik dan ciri khas yang berbeda satu sama lain. Jenis-jenis kesenian wayang tersebut adalah sebagai berikut:

Wayang Kulit, terdiri dari:
a)      Wayang purwa 
b)      Wayang madya
c)      Wayang gedog
d)     Wayang dupara
e)      Wayang wahyu
f)       Wayang suluh
g)      Wayang calonarang
Ada juga janis-jenis wayang kulit menurut asal daerah dan suku.Dalam pementasan wayang kulit juga digunakan beberapa bahasa yang digunakan selain bahsa Jawa, diantaranya adalaha bahasa Melayu Lokal seperti bahasa Betawi, bahasa Palembang dan bahasa Banjar. Berikut berbagai jenis wayang menurut asal dan suku:

1.      Wayang Jawa Yogyakarta
2.      Wayang Jawa Surakarta  
3.      Wayang Kulit Gagrak Banyumas
4.      Wayang Jawa Timur
5.      Wayang Bali 
6.      Wayang Sasak
7.      Wayang Kulit Banjar
8.      Wayang palembang
9.      Wayang Betawi
10.  Wayang Cirebon
11.  Wayang Madura (sudah punah)






BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Seni wayang kulit sendiri mempunyai nilai yang sangat penting bagi bangsa.Karena didalam setiap ceritanya terkandung nilai moral yang luhur.Cerita-cerita dalam wayang kulit, mengisahkan kehidupan manusia dari lahir sampai mati.Menceritakan tentang ajaran-ajaran budi pekerti yang luhur. Ajaran yang tidak bisa kita dapatkan ketika menonton pertunjukan lain yang hanya sekedar “hiburan”.

Seni wayang kulit itu, sebenarnya berisi pesan moral yang sangat luar biasa.Karena tiap ceritanya pasti mempunyai pesan yang positif kepada penontonya.Selain itu, falsafah wayang, dalam implementasinya dalam kehidupan berperan penting dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara.Sebab, dalam seni wayang terdapat kearifan lokal yang bermanfaat untuk membangun karakter dan jatidiri bangsa Indonesia melalui watak tokoh dalam wayang.

Wayang kulit sebagai karya agung, bukan hanya isapan jempol semata, karena dunia pun sudah mengakui bahwa seni wayang kulit merupakan karya yang agung dan luhur.Terbukti dengan disematkannya penghargaan sebagai masterpiece (karya agung) dari UNESCO kepada seni wayang kulit.

Tentu kita patut bangga dengan adanya penghargaan tersebut.Akan tetapi bukan hanya bangga tanpa diikuti dengan ikut melestarikannya.Kepedulian masyarakat dan pemerintah di negeri ini terhadap wayang kulit sangat diharapkan.Jangan sampai kesenian tradisional yang penuh pesan moral ini, diaku oleh bangsa lain, sebagai budaya milik mereka. Jika sudah seperti itu, masyarakat sendiri yang akan rugi telah kehilangan seni wayang kulit yang hanya ada di bangsa ini. Jangan sampai seni wayang kulit tetap hidup, namun seolah mati di negeri sendiri, ditelan kemajuan jaman dan pengaruh modernitas.

Perbaikan moral merupakan faktor yang sangat penting untuk mengentaskan bangsa Indonesia dari krisis multidimensi yang berkepanjangan.Sehingga pertunjukan wayang kulit dapat menjadi solusi untuk memperbaiki kondisi bangsa Indonesia.
           
Dengan membudayanya pertunjukan wayang kulit di Indonesia khususnya Tanah Jawa akan berdampak pada:
1.  Melestarikan budaya Jawa sebagai budaya daerah yang menopang kuatnya budaya nasional.
2.     Dapat menyaring budaya-budaya asing yang masuk, yang mana budaya asing yang baik artinya yang sesuai dengan budaya kita, kita terima dan yang tidak sesuai tidak kita terima.
3.  Melindungi generasi Indonesia agar tidak terkontaminasi dengan budaya asing yang kurang baik.
4.      Memperbaiki perilaku bangsa Indonesia karena pertunjukan wayang selalu berisi tentang ajaran-ajaran kehidupan yang benar sesuai dengan nurani.
5.   Rasa cinta dan bangga terhadap tanah air dan bangsa akan semakin meningkat dibenak generasi Indonesia pada khususnya dan masyarakat indonesia pada umumnya, sehingga akan berdampak pada lancarnya pembangunan Indonesia menjadi negara yang lebih baik.


SARAN
Saran dari penulis adalah untuk mengembangkan kesenian wayang kulit agar tidak termakan jaman kuncinya adalah pendidikan.Pendidikan disini memegang peranan penting, seperti juga pada masa lalu karena pendidikan yang menyebabkan kita mengenal lagi kebudayaan kita. Dengan pendidikan, kita tidak mengenal lagi kebudayaan atau kesenian kita punah atau yang “hampir” punah ini kepada generasi yang akan datang. Apresiasi sebagai jalan mempercepat proses kenalnya. Disini pentingnya pentas-pentas. Semakin banyak pentas, semakin banyak “perkenalan” dengan seni tradisionl .Semoga Makalah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya, khususnya dikalangan mahasiswa.  Terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA

3.http://dian.marfuah.blog-ugm.ac.id//Nilai-nilai–Kebudayaan-daerah-wayangkulit pulau-jawa/
4.      http://d3w1s4rt1k4.wordpress.com/budaya-indonesia-wayang-kulit/
5.http://budayawayangkulit.blogspot.com/2009/01/wayang-kulit-wayang-salah satu-puncak.html
7.  http://princstar.princstar.liesta5@blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar